PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Struktur adalah
keseluruhan institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi:
kepolisian dengan para polisinya; kejaksaan dengan para jaksanya; kantor-kantor
pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya.
Penegak hukum/struktur hukum (legal culture) , penegakan hukum (law
enforcement) meskipun peranan subtansi
hukum dan budaya hukum tidak dapat di sepelekan
B. Rumusan Masalah
1.
Jelaskan Pengertian Struktur
Hukum ?
2.
Apa Kendala Yang
Ada di Struktur Hukum Indonesia ?
3.
Bagaimana Solusi Dalam Memecahkan Masalah Yang ada Dalam
Struktur Hukum?
C. Tujuan
1.
Untuk Dapat Memahami Pengertian
Dari Struktur Hukum.
2.
Agar Bisa Mengetahui Kendala Yang
Ada Dalam Struktur Hukum Indonesia.
3.
Supaya Bisa Memberikan Solusi Untuk
Masalah Yang ada Dalam Struktur Hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Struktur Hukum (Legal Structure)
Lawrence M. Friedman mengatakan bahwa Sistem hukum
(legal system) adalah satu kesatuan hukum yang tersusun dari tiga unsur, yaitu:
(1)
Struktur;
(2)
Substansi;
(3)
Kultur Hukum
Berdasarkan pendapat tersebut, jika kita berbicara
tentang sistem hukum, maka ketiga unsur tersebut secara bersama-sama atau
secara sendiri-sendiri, tidak mungkin kita kesampingkan.
Struktur adalah
keseluruhan institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi:
kepolisian dengan para polisinya; kejaksaan dengan para jaksanya; kantor-kantor
pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya.
Penegak hukum/struktur hukum (legal culture) , penegakan hukum (law enforcement) meskipun peranan subtansi hukum dan budaya
hukum tidak dapat di-sepele-kan.
Legal
structure .. a kind of cross section of the legal system- a kind of still
photograph, which freezes the action. Dengan demikian, elemen struktur hukum
merupakan semacam mesin. Elemen struktur hukum yang terdiri
atas misalnya jenis-jenis peradilan, yurisdiksi peradilan, proses banding,
kasasi, peninjauan kembali, pengorganisasian penegak hukum pejabatnya diangkat
kepala daerah., mekanisme hubungan polisi kejaksaan, pengadilan, petugas
pemasyarakatan, dan sebagainya.
Penegakan
hukum yang baik akan menyokong masyarakat untuk mencapai kesejahteraannya. Hal
ini selaras dengan isi kesepakan dunia internasional yang dituangkan dalam Code
of Conduct for Law Enforcement Officials (CCLEO) yang diterima oleh Majelis
Umum PBB dalam Resolusi 34/169, 17 Desember 1979. Resolusi ini menekankan bahwa
hakikat dari fungsi penegakan hukum dalam pemeliharaan ketertiban umum dan cara
melaksanakan fungsi tersebut memiliki dampak langsung terhadap mutu kehidupan
manusia.
Dalam sektor penegakan hukum, sudah tak terhitung
putusan pengadilan yang dinilai justru mencederai rasa keadilan masyarakat.
Dunia hukum Indonesia terus mendapat sorotan yang hampir semuanya bernada
minor, hal ini tidak terlepas dari ketidakpercayaan publik terhadap sistem
hukum kita baik ditinjau dari struktur (institusi), substansi serta budaya
(culture) hukumnya.
Banyak pihak berpendapat bahwa hukum kita hanya untuk
mereka yang memiliki uang, kekuasaan atau jabatan maupun kekuatan politik
sehingga dengan itu mereka bisa membeli hukum kita, dimana hal tersebut bisa
mengurangi bahkan menghilangkan terciptanya supremasi hukum di Indonesia.
B.
Kendala di
Struktur Hukum Indonesia
Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengakui bahwa upaya memberantas
korupsi merupakan suatu tugas yang rumit dan acapkali berbahaya. Meskipun
demikian, bukan berarti kelemahan dalam penegakan hukum dapat ditolerasnsi
dengan ambang batas yang sangat minim. Polri sangat lemah dalam memberantas
korupsi, padahal Polri seharusnya menjadi garda terdepan dibandingkan dengan
aparat lain," kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S.
Pane di Jakarta. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) masih dinilai sebagai
institusi paling korup di Indonesia dibandingkan dengan 14 instansi yang
diteliti Gallup International, lembaga riset yang meneliti atas nama
Transparency International Indonesia (TII) dan dipublikasikan pada 6 Desember
2007. Polisi mendapatkan skor 4,2; sedangkan peringkat berikutnya adalah
pengadilan dengan skor 4,1, parlemen dengan skor 4,1, dan disusul partai
politik dengan skor 4,0. Sejak tahun 2006 hingga 2007 menurut survei tersebut,
institusi kepolisian dan pengadilan menempati urutan teratas sebagai lembaga
terkorup di Indonesia. Memang sangat ironis, namun itulah kenyataan dilapangan.
Kedua lembaga tersebut merupakan ujung tombak penegakan hukum di Indonesia yang
seharusnya menjadi teladan, ternyata menjadi sarang korupsi. Oleh karena itu, diharapkan nantinya kepolisian dan pengadilan harus mengembalikan citranya sebagai lembaga
terdepan dalam penegakan hukum. Kapolri menyepakati untuk mempublikasikan kepada masyarakat oknum
polisi yang berperilaku negatif dan merugikan rakyat. Menurut Kapolri, dalam
reformasi Polri, yang paling sulit adalah perubahan kultural. Hal itu menyusul
maraknya keluhan sehubungan dengan perilaku negatif polisi yang mengganggu dan
merugikan publik di berbagai daerah. Karena itu, Komisi Kepolisian Nasional
perlu ditingkatkan peran dan fungsinya.
Penyebab
lemahnya pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama di daerah, selain masih
kurang penyidik yang berwawasan hukum luas, penyidik yang berani berbenturan
dengan kekuasaan juga masih kurang. Penyidik hanya berani pada pelaku yang
sudah lemah kekuasaannya, mantan pejabat, atau pengusaha yang di belakangnya
tidak ada back up kekuasaan yang kuat. Menurut Sahetapy, kejaksaan merupakan
salah satu institusi penegak hukum yang paling ramai disuarakan untuk melakukan
perubahan. Akan tetapi, dari hasil penelitian yang diselenggarakan Komisi Hukum
Nasional (KHN), tampak masih ada kendala yang dihadapi oleh Kejaksaan dalam
memenuhi tuntutan masyarakat itu. Kendala-kendala yang terjadi meliputi; faktor
(sub) budaya dalam struktur organisasi, juga masalah aturan-aturan lama
Kejaksaan yang hingga saat ini masih berlaku. Untuk itu, program-program
pembaruan kejaksaan yang dilaksanakan KHN adalah dalam rangka membantu
institusi penegak hukum itu untuk melaksanakan perintah Undang-undang Kejaksaan
yang baru, khususnya untuk lebih meningkatkan profesionalisme para jaksa serta
mewujudkan Kejaksaan sebagai professional legal organization yang modern. Jaksa
Agung Abdul Rahman Saleh mengakui bahwa lembaga yang dipimpinnya banyak
mengalami kelemahan dan kekurangan, sehingga sorotan tajam dan tudingan miring
yang ditujukan kepada Kejaksaan menjadi suatu yang wajar dan tidak perlu
membuatnya berkecil hati. Hal ini menjadi kendala tersendiri, karena dalam
tindak pidana korupsi, jaksa merupakan “gate keeper” dalam sistem peradilan
pidana.
Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kemas Yahya Rahman, mengungkapkan
dari 358 kejaksaan negeri yang ada di Indonesia, 37 diantaranya memiliki
“kinerja nol” dalam kasus pidana khusus atau pemberantasan korupsi. Beberapa
kejaksaan adalah Kejaksaan Negeri Sigli (Nangroe Aceh Darussalam), Wonosari
(Yogyakarta), Tebing Tinggi (Sumatera Selatan), Teluk Kuantan (Riau), dan
Kejaksaan Negeri Menado, Sulawesi Utara. Rendahnya kinerja kejaksaan ini,
karena lemahnya kepemimpinan para kepala kejaksaan negeri dan kurangnya sumber
daya manusia. Sehingga kemampuan manajerialnya perlu diperbaiki. Anggota Komisi
kejaksaan perlu segera melakukan langkah strategis untuk meningkatkan kinerja kejaksaan.
Secara
normatif, kejaksaan telah meresposisi jati dirinya dengan terbitnya UU No 16
tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang menyebutkan dengan tegas, bahwa dalam
melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan dan tugas lainnya dalam
UU, maka seorang jaksa harus bersifat merdeka dan lepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Untuk melaksanakan ketentuan UU No
16 tersebut, telah ditetapkan Peraturan Presiden No 18 Tahun 2005 tentang
Komisi Kejaksaan RI untuk mengawasi tingkah laku para jaksa serta memikirkan
kesejahteraan dan pembangunan kejaksaan pada umumnya. Kejaksaan perlu
meningkatkan kerjasamanya dengan Kepolisian termasuk dengan Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan
institusi negara terkait dengan penegakan hukum guna mengembalikan keuangan
negara akibat tindak pidana korupsi.
Sampai
dengan tahun 2007 total laporan masyarakat menginjak angka 16.521. Namun tidak
semua laporan dapat ditindak-lanjuti oleh KPK dengan alasan sebagian laporan
tidak berindikasi korupsi atau tidak disertai dengan bukti yang cukup. KPK
hanya menindak-lanjuti laporan berindikasi korupsi sebanyak 241 perkara atau
1,46% dari total laporan
Sukses
penanganan perkara KPK juga ditentukan oleh fokus kasus (korupsi), sumber daya penyidik,
dan pembatasan jumlah kasus. Soal jumlah kasus yang dibatasi bisa dilihat dari
laporan yang diterima per 30 September 2007 sebanyak 21.687 kasus. Hasil telaah
kasus diteruskan ke lembaga berwenang (3.475 kasus), internal KPK (447 kasus),
sedangkan selebihnya tidak ditindaklanjuti dan dikembalikan ke pelapor. Dari
semua laporan yang terindikasi korupsi ada 3.437 kasus yang diteruskan ke
kepolisian, kejaksaan, BPKP, BPK, MA, Bawasda. Oleh karena itu, jika
dibandingkan dengan jumlah laporan publik, kasus korupsi yang ditangani sendiri
oleh KPK, sangat terbatas. Sisi positif dari KPK terletak pada aspek
transparansi. Setiap perkara yang diputus oleh pengadilan, kontrol terhadap
setiap denda dan ganti rugi cukup tertib. Begitu pula yang disetorkan ke kas
negara. Dari 59 kasus yang ditangani sampai pengadilan, KPK telah mempublikasikan jumlah uang negara yang
diselamatkan mencapai Rp 11,4 miliar pada tahun 2005, Rp 30,3 miliar pada tahun
2006, Rp 117,4 miliar pada tahun 2007. Sedangkan uang yang sudah disetor ke kas
negara sebesar Rp 6,9 miliar pada tahun 2005, Rp 12,9 miliar tahun 2006, dan Rp
15,3 miliar hingga Agustus 2007. Dengan demikian, uang pengganti yang belum
ditagih sebesar Rp 103,8 miliar, sebagaimana dikatakan Wakil Ketua Bidang
Penindakan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
C.
Solusi
Berkaitan
dengan upaya peningkatkan peranan Polisi, Jaksa dan Hakim maka perlu forum
diskusi dengan praktisi dan akademisi. Untuk melihat unsur korupsi dari sebuah
peristiwa hukum harus dianalisa secara komprehensif. Peranan Polisi dan Jaksa
dalam tahapan ini sangat berat. Kadang kala, Jaksa dan Polisi dalam menganalisa
peristiwa hukum tersebut, dalam rangka case building, tidak komprehensif.
Pendekatan yang dilakukan seringkali hanya menggunakan hukum pidana terutama
Undang-undang Pemberantasan Korupsi. Sementara undang-undang lain seperti UU
Perbankan, UU Perseroan Terbatas, UU Persaingan Usaha, UU Pasar Modal, UU
Keuangan Negara dan Hukum Tata Usaha Negara kurang dilirik. Padahal, tindak
pidana korupsi yang modus operasinya saat ini semakin canggih saja kadang terbukti menabrak
undang-undang itu. Karena itu, jangan segan-segan mengajak diskusi pihak lain
yang lebih pakar atau praktisi hukum dalam membahas undang-undang tersebut
Selain hal tersebut berkenaan dengan kasus yang menjerat
2 jaksa di kejaksaan tinggi jawa barat yang di tangkap KPK atas kasus dugaan
suap, masalah SOP ( Standart Operasional Prosedur ) nampaknya harus lebih di
tingkatkan agar tidak ada lagi oknum-oknum dari kejaksaan yang lalai dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya.
BAB III
PENUNTUP
A.
KESIMPULAN
Struktur adalah
keseluruhan institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi:
kepolisian dengan para polisinya; kejaksaan dengan para jaksanya; kantor-kantor
pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya.
Penegakan
hukum yang baik akan menyokong masyarakat untuk mencapai kesejahteraannya. Hal
ini selaras dengan isi kesepakan dunia internasional yang dituangkan dalam Code
of Conduct for Law Enforcement Officials (CCLEO) yang diterima oleh Majelis
Umum PBB dalam Resolusi 34/169, 17 Desember 1979. Resolusi ini menekankan bahwa
hakikat dari fungsi penegakan hukum dalam pemeliharaan ketertiban umum dan cara
melaksanakan fungsi tersebut memiliki dampak langsung terhadap mutu kehidupan
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
http://nasional.sindonews.com/read/1100706/13/jaksa-ditangkap-kpk-jaksa-agung-tak-lakukan-pembinaan-anak-buah-1460539715
http://tipsmotivasihidup.blogspot.co.id/2013/03/struktur-hukum-legal-structure.html
0 komentar:
Post a Comment